Headlines News :
Home » » Kesempurnaan Taubat

Kesempurnaan Taubat

Written By Unknown on Rabu, 28 November 2012 | 22.39

Hamba yang bertobat harus mengobarkan semangatnya untuk mempertahankan kebersiahan hati dan kesucian diri hingga akhir hayat serta menjauhkan diri dari semua dosa. Dia berusaha membangun tekad membaja. Dia benci kembali berbuat dosa seperti kebenciannya bila dimasukkan ke dalam api.
Tobat berawal dari sikap penyesalan dan diakhiri dengan amal shalih serta dihiasi dengan berbagai ketaatan. Tobat adalah penggerak hati agar terbebas dari seluruh kotoran kemaksiatan dan pendorong jiwa untuk tidak kembali kepada dosa selamanya.

Hendaknya seorang hamba bertobat hanya karena mencari ridha Allah, bukan karena menjaga kesehatan, mempertahankan harta benda, atau takut ancaman seseorang atau jeratan hukum dunia, atau karena tidak ada faktor pendorong maksiat. Seorang hamba hendaknya bertobat dan meninggalkan dosa karena tidak ingin membuat Allah dan Rasul-Nya murka dan marah.
Ketahuilah, bahwa tobat hukumnya wajib atas setiap bagian anggota tubuh manusia. Tobatnya mata, dengan memalingkan pandangan dari hal-hal yang haram. Tobatnya tangan, dengan menghindari perilaku yang diharamkan. Tobatnya telinga, dengan tidak mendengarkan suara yang diharamkan, dan tobatnya kemaluan dengan menjauhi perbuatan zina, dan sebagiannya.
Seharusnya seorang hamba memperbaiki semua keteledoran dalam menjalankan kewajiban, mengembalikan semua hak orang lain yang ada padanya secara sempurna, menyibukkan anggota badannya dengan berbagai macam ketaatan kepada Allah, dengan menjalankan perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya serta menjauhkan diri dari makanan syubhat dan haram.

Tngkatan Orang Yang Bertaubat
Orang-orang yang bertobat memiliki tingkatan berbeda-beda sesuai dengan kondisi pribadi dan amal shalih yang mereka lakukan, serta keteguhan mereka dalam menjalani tobat hingga akhir hayatnya, begitu pula dengan keistikomahan mereka di atas kebaikan. Ada empat derajat orang bertobat(1):

Tingkatan pertama, mereka yang istikomah setelah bertobat hingga ajal tiba tidak pernah tergoda untuk kembali kepada perbuatan maksiat. Mereka para pemilik jiwa yang tenang dan para pemilik tingkatan tobat tertinggi, karena mereka meniti shirathal mustaqim. Mereka membiasakan ketaatan kepada Allah dengan menjalankan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya. Mereka meninggalkan semua maksiat dan perangai yang tidak diridhai Allah. Inilah orang-orang yang bertobat yang menempati tingkatan tertinggi.

Tingkatan kedua, mereka yang meniti jalan istikomah dan tegak di atas jalan tobat sepanjang usia. Hanya saja mereka tidak lepas dari maksiat yang mengikat mereka atau maksiat hasil buaian nafsu mereka, bukan karena disengaja. Bahkan setiap kali mereka berbuat dosa, mereka mencela dirinya dan memperbarui tekadnya serta menyesali keburukan itu kenapa mereka lakukan. Mereka menyesali kebaikan kenapa tidak mereka lakukan. Tingkatan ini merupakan tingkatan tinggi, tapi berada di bawah tingkatan pertama. Inilah keadaan mayoritas orangorang yang bertobat.

Tingkatan ketiga, mereka yang senantiasa tegak di atas jalan tobat selama beberapa masa kemudian tertarik kembali untuk berbuat maksiat dan dikalahkan oleh syahwat, sehingga mereka mencampur amal shalih dengan amal keburukan. Namun mereka diingatkan oleh diri mereka atas kebaikan yang mereka lalaikan dan menyesali kesalahan yang mereka perbuat. Mereka ini berada pada posisi yang sangat berbahaya, karena bisa saja mereka dijemput ajal sebelum mereka bertobat, sehingga mereka menyesal di saat segala penyesalan tidak berguna.

Tingkatan keempat, mereka yang istikomah di atas jalan tobat selama beberapa masa kemudian jiwa mereka tergoda oleh rayuan keburukan dan melenceng menuju nafsu syahwat, sehingga mereka berbuat maksiat tanpa ada keinginan untuk bertobat. Mereka ini dikhawatirkan akan mendapatkan su’ul khatimah, karena mereka tunduk dan patuh kepada hawa nafsu mereka serta melalaikan tempat kembali yang mulia, yaitu surga abadi. Orang yang berakal lagi beruntung adalah orang yang membebaskan dirinya dari kesesatan dan mengembalikannya menuju ketaatan. Dia kembali menuju jalan yang lurus dan mengambil hidayah dari cahaya Al-Qur’an dan As-Sunnah.
“Wahai Rabb kami, berikanlah jiwa kami ketakwaan. Sucikanlah ia, sesungguhnya Engkau adalah sebaik-baik Penyuci. Engkau adalah Pelindung dan Pemeliharanya. Wahai Rabb kami, kami telah menzalimi diri kami. Jika Engkau tidak mengampuni kami dan mengasihi kami, niscaya kami akan termasuk orang-orang yang merugi. Wahai Rabb kami, berilah ampunan dan rahmat. Ampunilah segala apa yang Engkau lebih mengetahuinya. Sesungguhnya Engkau Mahamulia lagi Maha Pemurah. Engkau Mahatahu sedang selain-Mu tidak mengetahui. Semoga shalawat Allah curahkan atas Rasulullah beserta keluarga dan para sahabatnya.”
Pembatal Taubat
Telah dipaparkan di muka bahwa tobat merupakan satu hal yang senantiasa akan menyertai seorang hamba semenjak dia memulai hidup hingga akhir hayatnya. Seseorang yang telah menghimpun tekad dan niatnya untuk tobat nasuha wajib untuk tidak kembali lagi melakukan dosa sebagaimana air susu tidak akan pernah kembali lagi ke putingnya.
Jika dia kembali lagi ke dalam maksiat dan mengulangi dosanya, maka dia telah membatalkan tobatnya. Karena syarat sahnya sebuah tobat adalah harus berkesinambungan. Jika seseorang bertobat dari satu dosa tertentu, kemudian melakukan dosa lain, maka dia tidak dianggap telah membatalkan tobatnya karena melakukan dosa tersebut.
Namun jika seseorang bertobat dari satu maksiat kemudian melakukannya lagi, apakah dosa maksiat sebelumnya kembali lagi padanya sehingga dia berhak mendapatkan hukuman atas dosanya yang dulu? Jika dia mati dalam keadaan tetap melakukannya atau hal itu telah menjadi batal secara keseluruhan, maka dosanya kembali padanya. Apakah dia hanya akan disiksa karena maksiat yang dia lakukan setelah tobat?
Pendapat yang benar adalah dosa dan maksiat yang telah ia tinggalkan dan telah bertobat darinya maka tidak kembali lagi, bahkan dosa tersebut terhapus seperti orang yang tidak pernah berbuat maksiat sama sekali, dan seperti orang yang tidak pernah berbuat dosa. Dosa yang dilakukan setelah tobat merupakan bentuk maksiat baru, karena tobat yang terdahulu adalah amal kebaikan, sedangkan mengulangi perbuatan maksiat merupakan keburukan sementara keburukan tersebut tidak membatalkan amal kebaikan yang terdahulu, begitu juga keburukan terakhir tidak membatalkan kebaikan yang sedang dijalankan.

Footnote ;
Lihat Mauidzatul Mukminin, Jamaluddin Al-Qasimi, hal. 419-422.

Oleh : Ustadz Zainal Abidin, Lc.
Share this article :

0 komentar:

Speak up your mind

Tell us what you're thinking... !

Photobucket

Translate

Label

 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Proudly powered by Blogger , Irvan Faiz Budi
Copyright © 2013. Menuntut Ilmu Akhirat - All Rights Reserved
Template Design by Creating Website Published by Mas Template